datanews.id - Lima tahun berselang dari Hilf al Fudhul, tepatnya ketika
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam berusia 25 tahun, beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam menikahi Khadijah bintu Khuwailid Radhiyallahu anha, seorang
janda terhormat, mulia dan kaya raya.
Khadijah Radhiyallahu anha sebelum menikah dengan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menikah dengan dua orang. Pertama dengan
'Atiq bin A'idz al Makhzumi dan melahirkan seorang puteri. Setelah itu, ia
menikah dengan Abu Haalah Hindun bin an Nabaasy at Tamimi. Dari pernikahan yang
kedua ini melahirkan seorang anak lelaki bernama Hindun dan seorang anak
perempuan. Abu Haalah meninggal di masa Jahiliyah [1].
Namun Ibnu Sa'ad dalam kitab Thabaqaat menjelaskan, orang
pertama yang menikahi Khadijah adalah Abu Haalah, yang bernama Hindun bin an
Nabaasy bin Zurarah, lalu melahirkan seorang putra bernama Hindun, kemudian
dinikahi oleh 'Atiq bin 'Abid bin 'Abdulah al Makhzumi dan melahirkan seorang
puteri bernama Hindun. Hindun ini, menikah dengan Shaifi bin Umaiyyah bin 'Abdi
bin Abdullah.[2]
Pernikahan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan
Khadijah Radhiyallahu anha merupakan perkara yang pasti dan disepakati kaum
Muslimin dengan dasar pernyataan 'Aisyah Radhiyallahu anhuma :
لَمْ يَتَزَوَّجْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلَى خَدِيجَةَ حَتَّى مَاتَتْ
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menikahi wanita
lain atas Khadijah sampai Khadijah wafat.[HR Muslim].
Imam Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan, ini termasuk yang
disepakati para ulama sejarah. Demikian juga pujian dan keutamaan Khadijah yang
banyak disampaikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai bukti
kongkret jika Khadijah merupakan salah satu istri beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam . Bahkan sebagai istri yang pertama beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
Diriwayatkan, Khadijah adalah seorang wanita terhormat,
banyak tokoh kaumnya yang ingin menikahinya. Ia banyak melakukan investasi
dalam perdagangan dengan cara mudharabah. Hal inilah yang menjadi awal perkenalan
Khadijah dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam . Namun,
riwayat-riwayat yang menjelaskan secara detail perkenalan dan usaha beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam mengelola dagangan Khadijah hingga pernikahannya,
seluruhnya merupakan riwayat yang lemah walaupun sangat terkenal.
Dr. Akrom Dhiya' al Umari menyatakan, riwayat-riwayat yang
lemah –bahkan kebanyakan sangat lemah- menjelaskan secara detail berkenaan
pernikahan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan Mmmul Mu'minin
Khadijah bintu Khuwailid. Riwayat-riwayat ini menjelaskan awal perkenalan
keduanya melalui kerja Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengelola
perdagangan Khadijah. Dia adalah orang kaya yang menginvestasikan hartanya.[3]
Menurut Dr. Akrom Dhiya' al Umari, walaupun
maklumat-maklumat ini tidak shahih secara kaidah hadits, namun sangat terkenal
di kalangan ahli sejarah.[4]
Riwayat-riwayat yang lemah tersebut menjelaskan awal
perkenalan keduanya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bekerja mengelola
perdagangan Khadijah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membawa dagangan
Khadijah dua kali ke kota Jursy -dekat kota Khomis Masyith- Yaman. Pernah juga
ke Hubaasyah pasar Negeri Tuhamah dan Negeri Syam. Beliau Shallallahu 'alaihi
wa sallam berangkat bersama budak laki-laki Khadijah yang bernama Maisarah.
Selama berinteraksi inilah, Maisarah melihat ketinggian dan
kemuliaan akhlak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam . Sehingga ia
menceritakan apa yang dilihatnya tersebut kepada Khadijah. Mendengar cerita Maisarah
ini, serta merta Khadijah dibuat kagum oleh perilaku mulai Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam . Lalu dia menyampaikan keinginannya untuk
menjadikan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai suaminya.
Mendengar keinginan Khadijah, maka Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bermusyawarah dengan para pamannya dan mereka pun
menyetujuinya. Kemudian beliau berangkat bersama Hamzah bin Abdil Muthalib
untuk meminang Khadijah kepada orang tuanya. Dan beliau menikahi Khadijah
dengan mahar 20 ekor anak onta.[5]
Diriwayatkan juga dalam riwayat yang lemah, bahwa yang
diminta Khadijah untuk menyampaikan kesediaan beliau dipersunting Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah teman dekatnya yang bernama Nafiisah bintu
Maniyah, dan Rasulullah menyetujuinya.
Para ulama berselisih pendapat yang menjadi wali dalam
pernikahan tersebut. Ibnu Ishaaq menyatakan, yang menikahkan adalah Khuwalid
bin Asad, bapak Khadijah. Sedangkan ulama lainnya menyatakan, menjadi walinya
adalah pamannya yang bernama 'Amru bin Asad. Ada juga yang menyatakan, walinya
adalah saudaranya yang bernama 'Amru bin Khuwailid. Yang rajih, insya Allah,
adalah bapaknya sendiri yang menikahkannya.[6]
Demikian juga terdapat perbedaan pendapat tentang usia
Khadijah ketika menikah dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam . Al
Waaqidi [7] menyatakan, umurnya kala itu 40 tahun dan inilah yang terkenal
secara umum. Namun Ibnu Ishaaq [8] menyatakan, usianya kala itu 28 tahun.
Memang tidak terdapat satu riwayat pun yang shahih tentang
usia Khadijah ketika menikah dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam .
Namun melihat anak-anak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang
dilahirkan Khadijah, yaitu berjumlah 6 orang, semuanya dilahirkan sebelum
kenabian, kecuali 'Abdullah. Tampaknya, pendapat Ibnu Ishaaq lebih kuat dari al
Waaqidi, karena umumnya wanita pada usia di atas 40 tahun sudah mulai mendekati
masa-masa menapouse (berhenti haidhnya). Dan Ibnu Ishaaq lebih kredibel dari Al
Waqidi.
Begitu pula penulis kitab as Sirah ash Shahihah, tampaknya
merajihkan pendapat Ibnu Ishaaq ini, walaupun yang mashur adalah pendapat al
Waaqidi. Wallahu a'lam.
Beliau menikah dan tinggal menetap di rumah Khadijah dan
memperoleh anugerah enam orang anak, lima anak lahir sebelum kenabian dan satu
setelah kenabian. Mereka adalah al Qaasim (meninggal masih kecil), Zainab,
Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fathimah, 'Abdullah yang lahir setelah kenabian dan
dipanggil juga dengan panggilan ath Thahir atau ath Thayyib.
Seluruh anak laki-laki Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
meninggal dunia ketika masih kecil, sedangkan puteri-puterinya berumur panjang
mendapati kenabian dan masuk Islam, serta berhijrah bersama beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam ke kota Madinah.
Demikianlah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan
Khadijah membina keluarganya di rumah tersebut, sampai Khadijah meninggal di
sana. Sepeninggal sang istri, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masih
tetap menghuni rumah tersebut sampai berhijrah ke kota Madinah.
Dari kisah di atas kita dapat mengambil beberapa faidah.
1. Keinginan Khadijah seorang wanita terhormat dan mulia
memilih Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai suaminya, menunjukkan
ketinggian dan kemulian akhlak beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam .
2. Bukan satu kesalahan dan bukan hal yang memalukan, jika
seorang wanita shalihah menampakkan keinginan menikah dengan seorang laki-laki
yang shalih
3. Khadijah memiliki keutamaan dan kedudukan terhormat di
tengah kaumnya dan dalam hati Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ,
sehingga dia menjadi istri tercinta Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam.[9]
4. Pertemuan wanita terhormat yang menjaga harga diri dan
martabatnya, dengan seorang yang terpercaya, berakhlak mulia dan pernikahan
yang melahirkan anak-anak ini merupakan kemulian yang Allah anugerahkan kepada
NabiNya agar memiliki kedudukan sosial dan nama baik di masyarakatnya.[10]
5. Pernikahan antara Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan
Khadijah ini merupakan taqdir Allah dan pilihan Allah, agar dapat menjadi
pendamping beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam , meringankan beban dan
membantunya mengemban tugas berat dan mulia, yaitu menyampaikan ajaran ilahi
kepada sekalian manusia. Ternyata, Khadijah benar-benar telah mengeluarkan
hartanya seluruhnya dan menjadi orang pertama yang beriman kepada kerasulan
beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dikala orang-orang mengingkarinya.
Khadijah membenarkan apa yang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sampaikan
dikala orang-orang mendustakannya. Sehingga beliau menjadi penghuni Surga,
memiliki banyak keutamaan dan kedudukan yang tinggi.[11]
6. Kisah pernikahan ini menunjukkan, bahwa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak terlalu memperhatikan kenikmatan jasad
saja. Seandainya beliau memperhatikan hal ini, tentunya akan memilih istri yang
perawan dan lebih muda. Ini menunjukkan beliau menikahi Khadijah lantaran
kehormatan dan keluhuran wanita yang dijuluki dengan al 'Afifah ath Thahirah
(Wanita terhormat dan suci).[12]
Demikian mudah-mudahan bermanfaat.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun
X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Hal ini disampaikan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari
(14/287).
[2]. As Sirah an Nabawiyah fi al Mashodir al Ashliyah, hlm.
134.
[3]. As Sirah ash Shahihah, Dr. Akrom Dhiya' al Umari
(1/112).
[4]. Ibid (1/113).
[5]. Diringkas dari riwayat-riwayat yang lemah seputar kisah
pernikahan beliau n dari beberapa referensi.
[6]. Sebagaimana dirajihkan al Hafizh Ibnu Hajar, Dr Akrom
Dhiya' al Umari, Dr. Mahdi Rizqullah dan lain-lainnya.
[7]. Para ulama menghukuminya dengan perkataan: Matruk
(perawi yang lemah sekali).
[8]. Seorang shaduq dan perawi hadits hasan.
[9]. Lihat as Sirah an Nabawiyah fi al Mashodir al Ashliyah,
hlm. 137.
[10]. Ibid.
[11]. Lihat as Sirah an Nabawiyah, Muhammad Abu Faaris, hlm.
123.
[12]. Lihat as Sirah an Nabawiyah fi al Mashodir al
Ashliyah, hlm. 137.
Referensi : almanhaj.or.id